Mendidik Manusia Yang Berbudi Luhur Tau Benar Dan Salah

2010年12月12日 星期日

Latihan penggabungan tingkat putih Cabang Manatuto 2011




BLOGGER

Nazi '93
KEPENGURUSAN PSHT MANATUTO, TIMOR-LESTE

Ketua : Ir. Tomas F. P. Ximenes

Wakil Ketua : Julio da Costa

Sekretaris : Atanazio Soares

Bendahara : Domingos Soares
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lambang dan Tokoh-Tokoh PSHT

Lambang PSHT

Ki Ageng Soerodiwirdjo
Ki Hajar Hardjo Utomo


R. M. Soetomo Mangkoedjojo
R. M. Imam Koesoepangat

H. Tarmadji Boedi Harsono S.E.

Kiat Hidup Bahagia

Oleh: Tarmadji Budi Harsono S.E
Ketua Umum PSHT Pusat Madiun

"Aja sok gawe, ala ing liyan
Apa alane gawe seneng ing liyan"
(Jangan suka mencelakakan orang lain
Apa salahnya membuat senang orang lain)

Saya pasang di salah satu tembok, tepat diatas mimbar pasamuan Padepokan Setia Hati Terate, Jl. Merak Nambangan Kidul, Kota Madiun. Sebuah nasehat yang mudah dicernah karena kalimat-kalimatnya sendiri memmang disusun dengan kata-kata yang sederhana, namun satu hal yang patut disadari bahwa tidak mudah kita melakukannya.
Alasan mendasar, didalam jiwa kita terdapat gejolak nafsu yang menuntut pemenuhan-pemenuhan atas kemauan dan kehendak atau ego. Apalagi, ketika mau dan tidak mau kita harus bersaing ditengah era-globalisasi.
Persaingan yang memicu polemik, konflik, dilema, membuahkan resiko-resiko dan ketidak-pastian. Tidak jarang, kerasnya persaingan itu, bahkan menambah pergeran nilai. Dari nilai-nilai kesatuan pranata ragawi hingga menyentuh kisi-kisi kesentosaan rohani.

Yang masih menjadikan saya tetap optimis adalah, sepanjang manusia masih hidup, berarti ia masih berada dalam lingkup proses untuk menjadi. Maknanya, tetap terbuka peluang untuk membentuk sekaligus untuk merubah diri.

Pertanyaan paling arif yang perlu dimunculkan adalah, laku apa yang harus dikerjakan agar kita termasuk dalam kategori orang-orang yang mampu menempatkan diri ditengah kehidupan agung ini.

1. Jujur

Jujur itu luhur. Kejujuran juga indah, karena didalamnya terdapat rasa kasih sayang. Dengan bersikap jujur kepada orang lain berarti kita telah mengasihinya. Sifat mengasihi sesama ini, sama artinya mencintai Yang Maha Pengasih.. Tuhan seru sekalian alam. Kata lain, jika kita berbuat jujur pada orang lain, jika kita dicintai dan mencintai orang lain, maka kita juga telah berjalan menuju sebuah medium untuk dicintai dan mencintai Tuhan.

Korelasinya, jika mau berbuat jujur, Tuhan juga akan mencintai kita. Jika Tuhan mencintai kita, berarti apapun permintaan kita akan dikabulkan (kang sinedya teka kang cinepta dadi). Ibaratnya, jangankan hanya sekedar minta pemenuhan kebutuhan hidup didunia, memohn ampunan dan singgasana abadi (surga) diskhirat pun bakal dikabulkan.

Sebaliknya, jika kita berbohong pada orang lain, sama artinya kita menyakitinya. Memutuskan tali kasih dengannya. Makna lain, kalau berbohong pada orang lain, berarti kita telah memutus tali kasih terhadap Tuhan. Memutus mata rantai kasih dan rahmatNya.

Karenanya, jangan heran kalau manusia sangat mencintai kejujuran. Kejujuran dalam berbicara, bersikap, bertindak serta jujur dalam berpikir dan berkehendak. Logika spritual proses pengabulan permintaan ini, barangkali bisa dicontohkan layaknya kedekatan kita dengan pemimpin. Siapapun yang dekat dengan pamimpin, miminal hidupnya pasti terangkat, bisa menikmati kemudahan-kemudahan dan mendapatkan sejumlah prioritas layanan.

Sekalipun jelas ada perbedaan mendasar, kedekatan kita dengan Tuhan pun bisa tercipta seperti itu. Jika kita dekat dengan Tuhan, dicintai Tuhan, maka segala permintaan kita akan dikabulkan. Hidup kita akan tntram, damai dan sentosa.

2. Rajin

Setelah jujur, hal yang harus dilakukan adalah rajin. Rangkapnya rajin dalah tidak pernah menyepelekan dan meremehkan suatu pekerjaan. Rajin dalam konteks ini, mencakup segenap lini. Dari rajin mengasah diri, rajin membuat rencana-rencana kerja, rajin berinovasi agar hidupnya kian berarti, serta rajin melaksanakan perintah Tuhan.

Orang yang berjiwa rajin, tak akan pernah kelihatan menganggur dan berpangku tangan. Ia akan slalu mengerjakan apapun yang sanggup dikerjakan . Tak pandang dimana ia berada. Tentu, dengan kebiasaan ini, menjadikan jiwannya selalu terisi, tidak kosong, tidak mengada-ada. Istilah Jawanya 'ngaya wara'.

3. Mau belajar

Sifat ketiga yang harus kita kedepankan adalah, mau belajar. Belajar dalam konteks pembicaraan kali ini, tidak hanya terjebak pada proses pembelajaran layaknya pendidikan formal. Proses belajar. Proses belajar secara non formal, atau otodidak juga termasuk didalamnya. Prinsip, karena kita belajar berarti harus ada murid (siswa) dan guru.

Guru juga berkonotasi makro. Bisa diartikan guru dalam arti ragawi, yakni seseorang yang menguasai bidang keilmuan dan atau guru dalam arti metafisik. Pengalaman dan alam juga merupakan guru yang baik. Kenapa? karena pengalaman telah menunjukkan catatan-cacatan perjalanan yang didalamnya bisa kita ambil hikmahnya. Alam apalagi. Bahkan saya pribadi menganggap alam sebagai guru sejati. Karena apa? alam tidak pernah berbohong pada manusia. Penjabaran tentang alam sebagai guru sejati ini akan saya kupas dalam buku perenungan sendiri.

4. Tidak pernah menuntut

Setelah mengedepankan sikap rela berkorban, hal lain yang harus dilakukan Warga PersaudaraanSetia Hati Terate adalah tidak pernah menuntut. Sebab dirinya sadar bahwa hak akan datang tanpa harus dituntut. Ibaratnya kalau sesuatu itu memang sudah menjadi hak kita, jangankan hanya manusia, jika seluruh jagad dan isinya berusaha menghalangi pun, hak itu akan sampai pada kita. Sebaliknya, jika bukan hak kita, meski dunia mendukung sesuatu itu tetap tidak akan sampai. Kalimat paling akrab yang sering kita lontarkan terkait dengan penyikapan ini adalah "jangan bertanya apa yang kau dapatkan dari PSHT, akan tetapi bertanyalah pada dirimu, apa yang akan kau berikan pada PSHT'.

5. Tak kenal menyerah

Setelah kelima kunci hidup itu sudah kita pahami dan jalankan, satu hal yang tidak boleh terlupakan lagi adalah, mengedepankan sikap tak kenal menyerah. Alasan mendasar, hidup ini tertata dalam proses keseimbangan. Tugas kita adalah memasuki kisaran proses dan menjaganya. dan jalan menuju kearah itu, tak ada lain kecuali terus mencoba dan mencoba lagi. Tak pernah merasa putus asa jika menemui kegagalan dan tidak besar kepala kalau menemui keberhasilan.

Posting by: Atanazio Soares  

Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Manatuto, Timor-Leste